وَلَهُ: مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا ( أَمَرَ بِكَبْشٍ
أَقْرَنَ, يَطَأُ فِي سَوَادٍ, وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ, وَيَنْظُرُ فِي
سَوَادٍ لِيُضَحِّيَ بِهِ, فَقَالَ: اِشْحَذِي اَلْمُدْيَةَ , ثُمَّ
أَخَذَهَا, فَأَضْجَعَهُ, ثُمَّ ذَبَحَهُ, وَقَالَ: بِسْمِ اَللَّهِ,
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ
مُحَمَّدٍ )
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mempunyai kemudahan untuk
berkurban, namun ia belum berkurban, maka janganlah sekali-kali ia
mendekati tempat sholat kami." Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah. Hadits
shahih menurut Hakim
AllohuAkbar.........AllohuAkbar.........AllohuAkbar.........Lailahaillallohu... Allohuakbar, AllohuAkbar.........walillahilham...
Gema takbir berkumandang mengiringi penyembelihan hewan kurban, darah yang mengalir sebelum menyentuh tanah adalah pahala yang dijanjikan Alloh kepada manusia yang mau berkorban dihari idul adha, tiap helai bulu yang menempel pada hewan tersebut tertulis rapi dibuku amal manusia yang ikhlas melaksanakan kurban, daging - daging yang dibagikan berkilo-kilo kepada yang berhak adalah tidak lain balasan akan rahmat Alloh baik didunia maupun akhirat, siapakah yang berhak menerima daging tersebut, antara lain : “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki
yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj : 28)
KESALAHAN YANG SERING DILAKUKAN OLEH MANUSIA PADA SAAT BERKURBAN :
Setidaknya ada dua kesalahan yang sangat fatal namun seringkali justru
dilakukan berulang-ulang dari tahun ke tahun oleh para panitia
penyembelihan hewan udhiyah.
KESALAHAN PERTAMA : Menjual Daging Udhiyah
Yang dilarang sebenarnya bukan hanya menjual dagingnya, tetapi semua
yang termasuk bagian dari tubuh hewan udhiyah hukumnya tidak boleh
diperjual-belikan.
Sayangnya, justru kita sering kali
menyaksikan bahwa kulit, wol, rambut, kepala, kaki, tulang dan bagian
lainnya, diperjual-belikan oleh panitia.
Mungkin tujuannya baik, yaitu untuk membiayai proses penyembelihan, bukan untuk dijadikan keuntungan atau upah.
Namun larangan menjual bagian-bagian tubuh itu bersifat mutlak, tidak
berubah menjadi halal hanya lantaran tujuannya untuk kepentingan
penyembelihan juga.
1. Dalil Larangan
Dalil terlarangnya hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahuanhu bahwa , Nabi SAW bersabda :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
Siapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya. (HR. Al Hakim).
Selain larangan dari hadits di atas, ’illat kenapa menjual bagian tubuh
hewan udhiyah dilarang adalah karena qurban disembahkan sebagai bentuk
taqarrub pada Allah yaitu mendekatkan diri pada-Nya, sehingga tidak
boleh diperjualbelikan.
KESALAHAN KEDUA : Mengupah Jagal Dengan Bagian Tubuh Hewan
Contoh larangan yang sering dilanggar lainnya adalah memberi upah untuk
jagal dan para panitia yang ikut membantu proses penyembelihan,
pembersihan, penimbangan dan pembagian daging dengan memberikan juga
’jatah’, baik daging atau bagian dari tubuh hewan udhiyah lainnya.
Barangkali
logika yang digunakan adalah logika amil zakat, dimana amil zakat
berhak mendapatkan 1/8 dari harta zakat yang dikumpulkannya. Sehingga
jagal dan para panitia, menurut logika itu, seharusnya juga dapat jatah,
kalau perlu jatahnya harus lebih besar dari jatah buat orang-orang.
Logika seperti ini nampaknya harus diluruskan, sebab yang menggunakan
logika ini ternyata bukan hanya orang-orang awam, bahkan para kiyai,
ustadz, tokoh agama dan para penceramah pun, ikut-ikutan memberikan
legitimasi atas hal ini. Tentu semua melakukannya tidak berdasarkan
ilmu, melainkan hanya sekedar ikut-ikutan belaka tanpa dasar yang pasti.
Padahal sebenarnya ada dalil yang tegas melarang hal ini, misalnya riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib,
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ
أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ
الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau.
Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada
punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu
pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda,
“Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.
Dari hadits ini, An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh
memberi tukang jagal sebagian hasil sembelihan qurban sebagai upah
baginya. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, juga menjadi pendapat
Atho’, An-Nakha’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.”
Namun
sebagian ulama ada yang membolehkan memberikan upah kepada tukang jagal
dengan kulit semacam Al-Hasan Al-Bashri. Beliau mengatakan, “Boleh
memberi jagal upah dengan kulit.” An-Nawawi lantas menyanggah
pernyataan tersebut, “Perkataan beliau ini telah membuang sunnah.”
Sehingga yang tepat, upah jagal bukan diambil dari hasil sembelihan
qurban. Namun shohibul qurban hendaknya menyediakan upah khusus dari
kantongnya sendiri untuk tukang jagal tersebut.
Demikian
pembahasan kami seputar pemanfaatan hasil sembelihan qurban yang
terlarang dan yang dibolehkan. Semoga Allah memudahkan kita beramal
sholih dan menjauhkan dari apa yang Dia larang. Semoga Allah memberikan
kita petunjuk, sikap takwa, keselamatan dan kecukupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar